Yang Batil Pasti Lenyap, Maka Bersabarlah Dalam Menyongsong Kemenangan

 


Oleh: Mahladi*

HIDAYATULLAHJABAR.COM, KOTA BANDUNG || Kita telah pahami bahwa akan ada benturan antara pemilih jalan lurus dan jalan bengkok. Ini keniscayaan, tak bisa kita hindari. Namun, dakwah, atau mengajak manusia memilih jalan yang lurus, sudah pasti akan menang. Ini telah digaransi oleh Allah Taala. Tak akan keliru.

 

Bukankah Allah Taala telah berfirman dalam al-Quran surat al-Isra 17] ayat 81, “Dan katakanlah, ‘Yang benar (haq) telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap,’.”

 

 

Begitu pula dalam ayat lain, Allah Taala berfirman, “Sebenarnya Kami melontarkan yang haq (kebenaran) kepada yang batil, lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan seketika itu (yang batil) lenyap …” (Al Anbiya [21]: 18)

 

Jadi, meskipun pada awal benturan para pendakwah mengalami kekalahan; mereka dihina, dilecehkan, dicaci-maki, bahkan disakiti dan disiksa, namun pada akhirnya mereka akan keluar sebagai pemenang. Para pemilih jalan bengkok, cepat atau lambat, akan mengetahui bahwa jalan mereka salah karena bertentangan dengan fitrah, lalu segera “menyebrang” ke jalan yang benar.

 

 

Atau, bisa jadi pula mereka tetap bertahan di jalan yang tidak lurus demi kepentingan duniawi yang sesaat. Kemudian, saat ajal menjemput, barulah mereka sadar akan kesalahan mereka, lalu menyesal berkepanjangan. Jadilah mereka pecundang.

 

Begitulah fitrahnya. Dulu pun para Nabi dan Rasul mengalami kepayahan yang sangat; dihina, disakiti, dianggap gila, bahkan dikejar-kejar untuk dibunuh. Namun mereka tetap bertahan karena mereka yakin jalan mereka benar dan kelak akan menang. Para dai pun, dengan proses iqro yang benar, akan sampai pada keyakinan serupa. Mereka akan bertahan dengan segala kepayahan karena iman.

 

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa setelah Perang Badar, orang-orang Yahudi berkumpul di Pasar Bani Qainuqa’. Saat itu datanglah Rasulullah dan berkata kepada mereka, sebagaimana diriwayatkan oleh Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, “Hai orang-orang Yahudi, masuk Islam-lah (kalian) sebelum Allah menimpakan atas kalian apa yang telah menimpa orang-orang Quraisy (di Perang Badar).” Kita tahu bahwa pada Perang Badar, orang-orang Quraisy kalah oleh pasukan kaum Muslim.

 

Orang-orang Yahudi menjawab, “Hai   Muhammad,   janganlah engkau berbangga diri karena engkau telah mengalahkan segolongan kaun Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang bodoh, tidak mengerti berperang. Sekiranya kamu memerangi kami, niscaya kamu akan mengetahui bahwa kami adalah orang-orang yang ahli dalam berperang, dan kamu pasti belum pernah menjumpai lawan seperti kami.”

 

Maka, sehubungan dengan ucapan kaum Yahudi tersebut, turunlah ayat ke-12 dari surat Ali Imran [3]:

 

Sabar dalam Dakwah adalah Keberuntungan

 

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلٰى جَهَنَّمَ  ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ

 

Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, ‘Kamu (pasti) akan dikalahkan dan digiring ke dalam Neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal’.”

 

Jadi, ini bukan lagi soal siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sebab, tentang itu sudah kita ketahui jawabannya. Ini tentang seberapa sabar kita bertahan, dan seberapa yakin kita dengan janji Allah Ta’ala.

 

Satu hal lagi! Benturan antara pemilih jalan lurus dan pemilih jalan bengkok bukan sekadar benturan antar orang per orang. Ini juga benturan antara kelompok dengan kelompok, bahkan peradaban dengan peradaban.

 

Benturan ini tidak pula sekadar berlangsung sehari, sebulan, atau setahun. Ia bisa berlangsung selama puluhan tahun, bahkan dari generasi ke generasi. Mari simak perkataan Rasulullah kepada para sahabatnya ketika sedang menggali parit pada Perang Khandaq.

 

Ketika itu muncul sebuah batu besar yang mengganggu pekerjaan mereka. Lalu, Rasulullah memukul batu tersebut sebanyak tiga kali dan langsung hancur. Pada pukulan pertama, sebagaimana diriwayatkan oleh Thabari, Rasulullah berkata, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Syam telah diberikan kepadaku. Demi Allah, sesungguhnya saat ini aku tengah melihat istana-istananya yang berwarna kemerahan.”

 

Pada pukulan kedua, beliau berkata, “Allahu Akbar! Kunci-kunci Persia telah diberikan kepadaku. Demi Allah aku tengah melihat istana-istana kota yang berwarna putih.” Dan, pada pukulan ketiga beliau mengatakan, “Allahu Akbar. Kunci-kunci Yaman telah diberikan kepadaku. Demi Allah, pada detik ini aku telah melihat pintu-pintu Kota Shan’a –ibukota Yaman– di tempatku ini.”

 

Apakah wilayah-wilayah yang disebut Rasulullah tersebut berhasil direbut oleh kaum Muslim ketika Rasulullah masih hidup? Tidak!  Syam, Palestina, dan al-Quds baru bisa ditaklukkan oleh kaum Muslim pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Demikian juga Persia, baru berhasil ditaklukkan oleh pasukan Saad bin Abi Waqqas pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.

 

Dalam kisah serupa, RAsulullah juga pernah berkata kepada Nafi’, “Kalian akan memerangi Romawi, lalu Allah menaklukkannya (untuk kalian). Lalu kalian akan memerangi Dajjal, lalu Allah menaklukkannya.” (Riwayat Muslim). Dan, kita tahu, kaum Muslim baru benar-benar mampu menaklukkan Romawi setelah berabad-abad kemudian, yakni saat Muhammad al-Fatih berhasil menguasai Konstantinopel pada tahun 1453 M.

 

Apa yang menyebabkan kaum Muslim saat itu mampu menundukkan dua kerajaan adidaya dunia, Persia dan Romawi? Buya Hamka mengatakan, faktor penting yang membuat kaum Muslimin bisa menundukkan keduanya adalah keyakinan terhadap Nubuwah yang dibawa Rasulullah .

 

Dulu, Bangsa Arab hanyalah bangsa yang terpecah-pecah dalam kabilah dan suku-suku. Tak ada seorang raja atau pemimpin yang mampu menyatukan bangsa yang hidup di padang tandus itu. Lalu diutuslah Rasulullah di tengah-tengah mereka, membawa angin perubahan, dipandu langsung oleh wahyu, hingga jadilah peradaban unggul di Madinah, lalu berkembang menguasai sebagian besar dunia.

 

Jadi, para dai dan pejuang Islam juga harus memiliki keyakinan serupa. Perlu kesungguhan dan kesabaran  untuk menyongsong kemenangan Islam. Wallahu a’lam. [ ]

 

 

*penulis adalah kepala humas DPP Hidayatullah

Sumber: hidayatullah.com