(Pemimpin Umum Hidayatullah ) |
Oleh: Ustadz Abdurrahman Muhammad*
(Pemimpin Umum Hidayatullah )
HIDAYATULLAHJABAR.COM - - Alhamdulillah
kita bertemu karena dorongan keimanan. Keimanan itulah kenikmatan tertinggi
yang diberikan oleh Allah. Hanya dikaruniakan kepada hamba yang dicintainya.
Sekalipun kita tidak memiliki apa-apa tetapi ada iman, kita memiliki
segala-galanya. Sebaliknya, jika kita menggenggam dunia dan seisinya tanpa
iman, sesungguhnya kita manusia
termiskin.
Kebahagiaan yang luar biasa bisa
membersamai 300 kader halaqah wustha Hidayatullah Jawa Timur. Setelah hadir di
sini, ternyata yang di lapangan ini sekitar 5000 orang. Yang paling memberikan
harapan, tidak sampai 100 orang yang sudah usia tua. Ada secercah harapan lahir
pelanjut-pelanjut perjuangan.
Yang tertua di sini mungkin saya,
karena 2023 nanti saya sudah berumur 70 tahun. Saya berkiprah di dunia dakwah
sejak umur 10 tahun. Saya pernah ke Malang ini di jalan Flores. Di Surabaya
saya pernah di Ampel tahun 1970. Di Yogya dan Solo merupakan medan dakwah yang
sudah saya lewati lorong-lorongnya. Sering berjalan kaki dari Solo ke Yogya.
Melihat kampus yang megah ini
terbayang adanya spirit kebangkitan
peradaban ke depan. Ada yang indah dalam perjalanan ini. Sehingga semuanya
terus memberikan yang terbaik untuk perjuangan. Keimanan yang melahirkan peran
dan kontribusi maksimal.
Dua pekan akhir ini saya dapat
kiriman salam dari Ust. Abdurraham, dari Ust. Samsuddin, Ust. Idris, sehingga
dua pekan ini -qadarullah- bisa berjalan. Itulah kiriman doa terbaik untuk saya
tadi, padahal sebelumnya terbaring di ranjang.
Hidayatullah di Jatim dirintis
tahun 1986. Merintis itu identik dengan merintih. Itulah romantika perjuangan
yang sebenarnya romantis. Dimulai dari jiwa besar, sebuah mental militansi.
Jangan menganggap saat itu serba ada. Justru, semuanya dimulai dari nol. Dan
sekarang kita rasakan kedahsyatan efeknya. Hingga mentransfer aura positif ke
Malang ini.
Anak-anakku, bahwa negeri ini 200
juta Muslim. Namun, mayoritas belum bisa mengaji. Inilah medan dakwah yang
memberi tantangan sekaligus peluang. Apakah tantangan ekspansi dan terjun bebas
ke pelosok negeri dibiarkan ? Tidak mungkin, dakwah harus terus berproses
menuju arus dan rutenya sendiri.
Perintis Hidayatullah ini (Jatim)
digerakkan oleh generasi muda. Ust. Abdurrahman merintis perjuangan ini pada
usia likuran tahun. Saya dan pendiri Hidayatullah (Ust. Abdullah Said) belum
genap 26 tahun. Yang menemani Rasulullah Saw pun adalah mayoritas pemuda. Para
sahabat usia welasan dan likuran sudah terorbitkan menjadi pemimpin. Pemuda
hari ini adalah pemimpin di masa depan.
Pemuda-pemuda itulah lulusan
rumah-rumah quran. Mengapa Islam bisa menyebar ke seluruh dunia padahal tidak
difasilitasi? Itulah getaran kekuatan di balik dada.
Islam datang di Indonesia ini
menggunakan perahu menuju samudera Pasai kemudian lewat pantura menuju Gresik.
Pondok pesantren pertama di Jawa adalah di Giri.
Kemudian para dai Arab datang
dengan kekuatan Iman. Setelah ada dakwah, penduduk Indonesia berubah menjadi
mayoritas Muslim. Lahirlah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Iman itu fungsional
untuk melakukan perubahan. Dan Iman itu datang lewat gerakan pencerahan dari
Allah. Itulah gerakan membangun peradaban.
Ada tiga unsur utama pada diri
manusia yang harus terus dicerahkan. Dilakukan tilawah, tazkiyah dan ta'limul
kitab wal hikmah. Pencerahan ruhiyah, qalbiyah, aqliyah dan jasadiyah. Manusia
bergerak karena ruhnya. Ruh tidak terjangkau oleh sekedar ilmu logika, apalagi ilmu
inderawi. Akal bisa berfungsi melakukan tugasnya jikalau ruhnya bekerja. Dan
ruh itu fungsional kalau ada keimanan. Dan keimanan lahir karena sentuhan dan
goresan wahyu.
Mukmin yakin tidak sekedar
menangkap bukti-bukti inderawi, tetapi beriman terhadap yang ghaib. Wawasan
orang beriman tidak sempit, hanya dikungkung oleh bukti-bukti inderawi yang
lima saja. Tetapi, bisa menghubungkan dirinya kepada yang ghaib.
Wahyu membimbing hati sehingga
lahir inspirasi, ilham, dan petunjuk. Dengan hati yang terbimbing lahir lah
kekuatan gerak untuk berkorban, mewujudkan kebersamaan, melahirkan kasih
sayang, militansi, kelapangan dada, dan ketenangan jiwa. Juga kekayaan batin
yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Ada panggilan jiwa untuk tidak berhenti menanam kebaikan di taman
kehidupan hingga ajal menjemput.
Iman memiliki 67 cabang. Paling
tinggi adalah La ilaaha illallah. Yang paling rendah menyingkirkan gangguan
(duri) di jalan. Jika kampus kita tidak bersih, indikator iman yang paling
bawah tidak mewujud. Peradaban adalah manifestasi (perwujudan) keimanan dalam
berbagai dimensi keimanan.
Membangun peradaban adalah
gerakan iman. Dan membangun itu harus utuh. Ya ruhaninya ya jasmaninya. Maka
para sahabat menghabiskan materi dan menyimpan kekayaan imaterial.
Siapa yang pernah semalam tidak
tidur memikirkan Islam dan umat. Iman selalu mendorong pemiliknya untuk
melakukan ekspansi, berkorban, itulah aksiomatik keimanan. Disanalah ada
keindahan. Disanalah ada cinta Allah.
Afdhaludz dzikri Laa ilaaha
illallah. Itulah pemberat timbangan amal kita. Kunci masuk surga. Akhirat tidak
terbatas. Perjalanan menuju ke sana itu sulit dan menantang. Berbeda dengan
jalan neraka, diliputi taburan bunga semerbak.
Kita akan menemukan kedahsyatan
di Mahsyar. Orang tidak saling memperhatikan. Masing-masing disibukkan dengan
urusannya sendiri. Matahari di atas kita. Kita bisa bermandikan keringat.
Orientasi akhirat itulah menjadikan para sahabat all out (tajarrud) untuk
berjuang.
Setelah surat Al Muzzammil tidak
ada masa untuk tidur. Berdiri malam hari untuk bertemu Allah. Ketika ada
tabattul, sabar, tawakkal, Rabbul masyriq wal maghrib, qaulan tsaqila, itulah
azimat untuk tidak mundur sekalipun selangkah. Setelah itu perintah qum fa
andzir. Penguasa dunia harus diberi peringatan. Nyali tidak boleh ciut.
Kalau Romawi menang dengan
Persia, rajanya akan berjalan dari home ke Palestina. Saat itu terjadi
perjanjian Hudabiyah. Rasulullah kemudian kirim surat kepada para raja, Aslim,
Taslam. Jika kalian masuk Islam, kalian dijamin bisa selamat.
Dunia ini kita habiskan untuk
memfasilitasi kita untuk menuju akhirat. Dunia ini tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan akhirat. Janji akhirat yang menggiurkan. Islam dan iman itu
suatu keindahan. Ucapan yang dominan di surga salamun alaikum thibtum.
Adakah kegelisahan
kita ini melihat orang belum bisa mengaji ? Orang terjerumus ke lembah
dosa? Jika tidak ada rasa empati, iman kita belum ekspansif. Kita hanya shalih
ritual. Bukan shalih sosial. Shalih hanya untuk dirinya sendiri, shalih yang
tidak berdaya. Bukan mushlih.
لقد جاءكم رسول من انفسكم عزيز
Apa yang membuat konflik dalam
kehidupan ini ? Sekelas sahabat mempertanyakan harta rampasan. Ternyata harta
pemicunya. Padahal sudah memperoleh kemenangan.
Ternyata kekalahan perang Uhud
ada yang melahirkan syuhada dan hiburan bahwa kemenangan itu dipergilirkan.
Teruslah berjuang dalam keadaan berat dan ringan. Jika menang bersyukur, jika
kalah bersabar. Bukan persoalan kalah dan menang, tetapi apakah dengan dua
kondisi yang kontradiktif tersebut menaikkan grafik taqarrub ilallah. Itulah
parameter kemenangan sesungguhnya.
Jika iman sedang surut, semua
berat. Jika kita untung duniawi hari ini, sebentar malam bisakah bangun malam?
Jadi, terus mendeteksi apa yang menjadikan iman kuat dan melemah.
Dua hal tadi, qumillail dan qum
fa andzir. Berefek kepada al Hamdulillah. Al Fatihah kemenangan awal, karena
para pejuang menyatu dalam beribadah dan memohon istianah. Menyederhanakan
perbedaan yang bersifat variatif dan mengedepankan hal yang prinsip. Prinsip adalah
landasan berpikir dan bergerak. Itulah kemenangan awal.
Awal dari kegoncangan dalam suatu
komunitas adalah ketidakadilan distribusi wewenang dan harta. Sehingga
Rasulullah dikatakan tidak adil. Ooh, ternyata harta sumber konflik.
Alangkah indahnya, para aktifis
memberikan fasilitas untuk Islam dan generasi penerus. Pertanyaan berikutnya,
mampukah generasi pelanjut melipatgandakan hasil yang sudah ada ini? Hanya
beberapa gelintir orang (5 orang) yang merintis Jawa Timur, 36 tahun yang lalu,
sehingga melahirkan fenomena ini semua.
Generasi pelanjut Rasulullah
sukses melipatgandakan modal awal perjuangan. Pada masa Umar terjadi ekspansi
besar-besaran. Pada 10 tahun menjabat,
dari titik kecil Makah dan Madinah menaklukkan 20 negara. Inilah kepemimpinan wahyu,
mengelola dan melipatgandakan modal yang telah ada.
Setelah 36 tahun sudahkah
menguasai Jawa Timur? Saya optimis masih ada para pendiri dan perintis di sini.
Kalau Jatim belum ditaklukkan, kirim ke luar negeri. Mungkin idealisme
terkungkung di sini. Berikan mereka peluang untuk berinovasi dan membuat
strategi.
Dawud melawan Jalut dengan
strategi ketapel. Perang asimetris.
Bekali anak muda untuk bermanufer dan membuat strategi. Perang sekarang
jurusnya untuk pandai membuat strategi.
Hikmahnya tidak diberi ruang di
Makkah, akhirnya ekspansi keluar untuk menyusun strategi. Dan di medan dakwah
yang baru, benar-benar dirasakan kiprahnya oleh penduduk setempat.
Jika terus diintrodusir Sistem
Wahyu sebagai konsep dan praktek akan melahirkan transformasi secara
berkesinambungan. Dewan Murabbi jangan berhenti berpikir dan bergerak. Untuk
terus menyempurnakan konsep transformasi manhaj, baik dari sisi keilmuan dan
cara menerapkannya di medan dakwah. Jangan berpikir kapan sampai tujuan, yang
penting jangan berhenti berjalan. Para ulama melahirkan karya dengan duduk,
sedikit sekali tidurnya. Mereka berkarya karena motivasi iman. Memburu ilmu
karena spirit peradaban. [ ]
*Taujih disampaikan pada acara
Halaqah Kubro Hidayatullah Jatim pada Ahad, 25 September 2022
**ditulis ulang oleh Dadang
Kusmayadi
Red: admin
Editor: iman