Wahai Saudaraku ! Janganlah Engkau Merasa Aman dari Azab Allah


Oleh: Masrokan*

 

ilustrasi foto: freepik

HIDAYATULLAHJABAR.COM
- - Jangan Merasa Aman dari Azab-Nya–Thawus bin Kaisan berkisah, “Aku pernah melihat ada seorang laki-laki yang shalat di bawah kubah Masjidil Haram. Orang itu berdoa sambil menangis. Lalu aku menda-tangi saat dia sudah selesai mel aksanakan shalatnya. Ternyata orang itu adalah Ali bin Husain RA.” Aku berkata, “Wahai putra Rasulullah, aku melihat-mu dalam kondisi seperti itu, padahal engkau adalah keturunan Rasulullah dan memiliki tiga kelebihan merupakan anak cucu Rasulullah, sudah mendapadcan syafaat dari kakeknya (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, dan mendapatkan belas kasih (rahmat) dari Allah. Aku berharap agar Allah memberikanmu kebebasan dari rasa takut.”Jangan Merasa Aman dari Azab-Nya

 

Lalu Ali bin Husain berkata, “Wahai Thawus, meskipun aku anak dari cucu Rasulullah jangan anggap aku sudah aman dari siksa Allah, karena aku mendengar firman Allah, “…Pada hari Kiamat nanti, tidak ada hubungan nasab di antara manusia” (QS.Al-Mukminun [23]: 101).

 

Engkau juga jangan menganggapku aman karena aku mendapat syafaat dari kakekku, sungguh aku mendengar Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “.Dan mereka tidak mendapatkan syafaat, kecuali orang yang diridhai Allah…” (QS.Al-Anbiya [21]: 28).

 

Sedangkan tentang rahmat Allah yang mereka katakan kepadaku, juga tidak membuatku merasa aman. Sungguh aku mendengar Allah Hg berfirman, “…Sesung-guhnya rahmat Allah sangatlah dekat dengan orang-orang yang baik” Padahal, aku tidak tahu apakah aku termasuk orang yang baik” (Kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim).

 

TAKUT AZAB AKHIRAT

Bagi orang beriman, dunia hanyalah sementara. Segala sesuatu yang ada di dunia ini bersifat fana, akan rusak dan binasa. Ada pun akhirat adalah kehidupan hakiki nan abadi. Manusia betul-betul akan menyaksikan nikmat surgawi yang begitu menggiurkan. Manusia juga akan menyaksikan kengerian neraka yang apinya terus membara. Beruntunglah bagi manusia yang selamat dari azab neraka dan meraih surga-Nya.

 

Bila nikmat surga mendorong seorang hamba untuk terus beramal saleh, juga melahirkan kesabaran dan sikap optimis dalam menapaki kehidupan. Maka, kengerian neraka justru akan melahirkan rasa takut yang luar biasa. Membayangkannya bisa melahirkan tangis, pingsan, bahkan hilangnya jiwa.

 

Rasa takut akan azab akhirat juga dialami Umar bin Abdul Aziz. Dikisahkan, jika beliau mengingat mati, maka badannya gemetar seperti burung yang gemetar. Lalu beliau mengangis dan air matanya membasahi jeng-gotnya. Ketika ditanya istrinya, “Wahai Amirul Mukmi-nin, mengapa engkau menangis?” Beliau menjawab, “Aku ingat tempat kembalinya orang-orang di hadapan Allah. Di antara mereka ada yang di surga dan yang lain lagi ada di neraka.” Setelah itu beliau jatuh pingsan.

 

Itulah gambaran generasi saleh terdahulu. Mereka yang termasuk manusia saleh saja begitu takutnya kepada azab neraka. Kemudian mereka bermujahadah dalam beribadah dan berdoa. Karena itu, mestinya kita juga demikian.

 

BANYAK MENANGIS, SEDIKTI TAWA

 

Seorang hamba bila betul-betul merenungi kengerian azab neraka, ia akan menapaki kehidupan ini dengan penuh kehati-hatian. Dalam kesehariannya akan jauh dari gelak tawa dan tak akan lalai dalam menunaikan ke-taatan. Sebab, bagaimana mungkin seseorang akan ber-gelak tawa bila dalam benaknya terus terbayang azab ne-raka yang begitu pedih.

 

Ibnu Abbas berkata, “Siapa yang tertawa ketika ber-buat dosa, maka dia akan menangis ketika masuk neraka. Orang yang lebih banyak tertawa di dunia, merekalah yang banyak menangis di akhirat. Dan orang yang banyak menangis di dunia, merekalah yang banyak tertawa di surga.” (Lihat: Abullaits Assamarqandi, Tanbihul Ghafilin, juz 1, h.259).

 

Mari kita tengok perilaku manusia di zaman seka-rang. Tak sedikit dari mereka yang tak takut azab di akhirat. Mereka begitu ringannya melepas tawa hingga terbahak-bahak. Mereka lalai kepada Allah SWT. Mereka begitu mudah meninggalkan perintah-Nya. Mereka ber-sikap sombong seolah-olah telah aman dari azab neraka. Mereka begitu berani melecehkan firman-Nya dan juga Rasul-Nya.

 

Sungguh, azab neraka itu dahsyat. Salah satu gam-baran akan dahsyatnya neraka dapat kita simak dari Hadits Ibnu Mas’ud, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Pada hari itu neraka Jahannam diberi tujuh puluh ribu belenggu. Setiap belenggu ada seribu malaikat yang akan menyeretnya” (Diriwayatkan Muslim dan Tirmizi).

 

Betapa ngerinya azab neraka itu, jadi tidak sepantasnya dalam hidup ini manusia bersikap sombong. Ia enggan beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, seolah-olah telah mendapat jaminan keselamatan dari azab neraka. Sungguh, bila seseorang memahami dengan sepenuh hati tentang nge-rinya azab neraka, maka ia akan menjadi orang yang ba-nyak menangis dan sedikit tertawa.

 

Suatu ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menjumpai sekelompok orang yang berbicara sambil tertawa-tawa. Kemudian beliau mengingatkan, “Perbanyaklah kalian mengingat perusak kelezatan.” Sahabat bertanya, “Apakah perusak kelezatan itu?” Jawab Nabi, “Mati.” Kemudian beliau keluar lagi dan melihat orang-orang sedang tertawa ter-bahak-bahak, maka beliau pun mengingatkan mereka, “Ingatlah, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan kamu mengetahui seperti yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis…” (Lihat: Abullaits Assamarqandi, Tanbihul Ghafilin, juz 1, h. 257).

 

BERSEMANGAT DALAM TAAT

 

Setiap hamba pasti begitu berharap agar di akhirat selamat dari kengerian azab neraka. Lalu apa yang mesti dilakukan seorang hamba dalam kehidupan ini?

 

Ya, seorang hamba mesti terus memperbanyak amal saleh. Sebab, amal saleh inilah yang akan menyel amat-kannya dari dahsyatnya azab neraka. Di akhirat tiada yang bisa menjadi bekal untuk menghadap Allah kecuali amal saleh masing-masing hamba.

 

Allah berfirman: “…maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu…” (Al-Maidah [5]: 48).

 

Untuk itu, usia yang masih dalam genggaman ini adalah karunia berharga bagi seorang hamba. Tiada yang patut dilakukan di dalamnya kecuali untuk segera beramal saleh. Mari jauhi sikap menunda-nunda amal kebaikan. Sebab, sikap ini bisa berbuah penyesalan yang tiada arti.

 

Ibnu Atha’illah al-Iskandari dalam kitabnya Al-Hikam menasihatkan, “Menunda amal kebaikan karena menunggu waktu luang termasuk tanda kebodohan.”

 

Mari kita terus memupuk semangat diri dan keluarga kita dalam beramal saleh. Sehingga dengan jalan itu, se-moga diri dan keluarga kita dirahmati-Nya serta disela-matkan dari azab neraka. Allahu a’lamu bish shawab. [ ]


*penulis adalah pengasuh Pesantren Hidayatullah Kendari, Sulawesi Tenggara [sumber: majalahhidayatullah.com]


Red: iman