Mendidik Diri Dengan Puasa Ramadhan



HIDAYATULLAHJABAR.COM,BANDUNG
- - Dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, menerangkan, sesungguhnya Allah ta'ala.,. telah menciptakan akal, Allah subhanahu wa ta'ala. berfirman, "Wahai akal mengadaplah engkau." Maka akal pun mengadap kehadapan Allah ta'ala., kemudian Allah ta'ala. kembali berfirman, "Wahai akal berbaliklah engkau!", lalu akal pun berbalik. Kemudian Allah ta'ala. berfirman lagi, "Wahai akal, siapakah Aku?". Lalu akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah." Allah ta'ala. pun berfirman kembali, "Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."


Setelah itu Allah subhanahu wa ta'ala. menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya, "Wahai nafsu, mengadaplah kamu!". Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah swt. berfirman lagi, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."


Setelah itu Allah subhanahu wa ta'ala. menyiksanya di neraka Jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah ta'ala. berfirman kembali, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Nafsu tetap menjawab, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau". Allah subhanahu wa ta'ala. kembali menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah swt. berfirman, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, " Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku."


Dari kisah tersebut kita dapat melihat betapa hawa nafsu memiliki potensi kejahatan yang luar biasa. Sebagai khalifatul fil ard, manusia hendaknya mengawal nafsu tersebut, tidak membiarkannya liar dan tidak membiarkan nafsu itu mengawal diri kita. Jika nafsu yang berhasil menguasai kita, maka kemusnahan dan kehinaanlah yang akan kita dapat selama-lamanya. Na’udzubillah.


Shaum merupakan sarana paling efektif untuk mengekang hawa nafsu, setiap orang yang sedang shaum akan dilatih dan dididik untuk mengendalikan diri dan tidak memperturutkan hawa nafsunya. Meski terhadap hal-hal yang telah dihalalkan sekalipun, apalagi terhadap sejumlah keinginan-keinginan haram yang akan menjerumuskannya.


Sejalan dengan itu, dalam  salah satu uraiannya, Sayid Quthb, menjelaskan mengenai aspek tarbawi (pembinaan dan pendidikan) yang terkandung dalam shaum. Ia mengkaitkan kandungan makna shaum itu dengan firman Allah ta'ala. yang berbunyi, “wa an tashuumuu khairun lakum in kuntum ta’lamuun” yang artinya, “dan bila kalian shaum itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”


Sayyid Quthb  mengatakan, “Ayat tersebut memperlihatkan secara jelas bahwa dalam shaum mengandung unsur tarbiyatul iradah (mendidik dan mengarahkan keinginan), taqwiyatul ihtimal (menguatkan kemampuan menanggung beban), dan mengutamakan penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala daripada istirahat.


Shaum adalah jalan yang diberikan Allah subhanahu wa ta'ala untuk mengendalikan syahwat dan nafsu birahi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.,. menegaskan dalam sebuah haditsnya, jika pemuda yang belum sanggup untuk menikah, sementara nafsu birahinya bergelora diperintahkan oleh beliau agar berpuasa. Beliau shalallahu alaihi wa sallam


Dan barangsiapa yang belum mampu untuk menikah maka atasnya harus berpuasa, karena puasa itu baginya sebagai pengekang syahwat.” (HR Al Jama’ah dari Ibnu Mas’ud ra).


Shaum merupakan sarana tazkiyatun nafs dan ibadah yang tidak ada tandingannya. Abu Umamah r.a. berkata,

“Aku datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.,., maka aku berkata, ‘Perintahkan aku dengan amal yang memasukkan aku ke surga’ Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.,. Menjawab, ‘Atas kamu berpuasa, karena puasa itu tidak ada tandingannya.’. Dan ketika aku datang  lagi beliau perintahkan lagi untuk berpuasa. ‘Kamu harus berpuasa,’” (HR Ahmad,Nasai, dan Hakim).


Selain itu, ibadah shaum akan menjadi sarana efektif untuk menjauhkan diri dari siksa api neraka, karena melalui wasilah ibadah shaumlah, Allah swt. akan menjauhkan kita dari siksa beratnya api neraka.  Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.,


“Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah niscaya Allah menjauhkan Jahannam dari dirinya sejauh perjalanan seratus tahun.” (H.R An Nasa’i).

*diolah dari berbagai sumber


Red: admin

Editor: iman