Oleh:
Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil*
Hari Raya merupakan syiar (simbol) yang terkait erat dengan agama. Karenanya, Islam melarang untuk turut campur dalam bentuk apa pun dalam perayaan agama lain, khutbah Jumat kali ini memberikan pedoman bagi umat Islam tentang toleransi menurut Al-Quran.
Inilah
teks lengkap khutbah Jumat kali ini;
Khutbah
Jumat pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ
صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral
Muslimin Jamaah Jumat yang berbagahia
Di
Tanah Air kita ada 6 (enam) agama yang diakui oleh negara. Terdiri dari Islam,
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Masing-masing agama
juga memiliki hari raya sesuai kepercayaan.
Islam
dengan Idul Fitri dan Idul Adha. Kristen Protestan dan Katolik dengan Natalnya.
Budha dengan Waisak. Hindu dengan Nyepi dan Khonghucu dengan Imleknya.
Semua
rakyat Indonesia berhak mengikuti keyakinan atau agamanya, tanpa ada paksaan
dari pihak mana saja. Inilah yang tertuang dalam sila pertama Pancasila.
Segala
bentuk pemaksaan atau bujukan untuk memeluk agama tertentu merupakan perbuatan
yang menciderai semangat kerukunan antar umat beragama yang selama ini sudah
berjalan dengan cukup baik.
Perbedaan
agama di antara penduduk tanah air menjadi ajang untuk saling menghormati dan
menghargai satu sama lain, saling menjaga kerukunan dan menjalankan
keyakinannya tanpa saling memusuhi.
Karena
kita adalah sama-sama anak bangsa yang terdiri dari berbagai suku dan agama,
dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Umat
Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia memiliki peran yang sangat vital
dalam mewujudkan masyarakat yang rukun, damai, dan toleran. Toleransi yang diajarkan
dalam Islam sarat dengan nilai-nilai persatuan dan keharmonisan.
Karenanya,
pedoman toleransi dalam kehidupan beragama perlu menjadi rujukan agar tidak disalahartikan menjadi sikap melepas
semangat keislaman dan kedaulatan iman dalam diri kita.
Sekurang-kurangnya
ada empat panduan dalam mengamalkan toleransi.
Pertama,
tidak memandang perbedaan agama dengan pandangan permusuhan. Kita perlu
menanamkan kepada siapa saja bahwa perbedaan agama dan keyakinan tidak berarti
boleh untuk memusuhi pihak lain.
Namun
juga tidak boleh atas nama toleransi dan keinginan luhur dalam menciptakan
perdamaian, berujung pada keyakinan bahwa semua agama sama, sama-sama benar,
sama-sama masuk surga. Ini jelas merupakan sesuatu pemikiran yang sesat dan
menyesatkan.
Allah
ﷻ berfirman:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Barangsiapa
mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali
Imran : 85)
Kaum
Muslimin jamaah Jumat yang berbahagia
Kedua,
tidak mencela Tuhan dan konsep agama lain. Setiap celaan dan penghinaan kepada
agama apa pun merupan perbuatan yang dikecam dalam Islam. Itulah toleransi
dalam Islam.
Dalam
bertoleransi, umat Islam di mana pun tidak diperkenankan untuk melakukan
sesuatu yang menjurus kepada penghinaan dan penistaan terhadap agama di luar
Islam. Ini adalah sesuatu yang sudah diwanti-wanti dalam Al-Quran.
Menghina,
mencela, menista keyakinan kaum agama lain akan menyinggung perasaan dan bisa
memicu permusuhan serta pertengkaran. Allah ﷻ
berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Dan
janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sernbah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah kami jadikan setiap urnat menganggap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada
mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al An’am : 108)
Yang
sering terjadi dalam beberapa tahun belakangan di negara kita adalah penghinaan
dan penistaan terhadap Islam. Ada yang mengolok-olok Al-Quran, menyebut kalimat
zikir dengan iringan cacian serta makian dan terlalu banyak untuk kita sebutkan
di sini.
Ketiga,
tidak boleh memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam. Kebenaran
agama Islam, bagi kita kaum beriman, adalah harga mati.
Kita
meyakini bahwa jalan keselamatan itu hanya bisa melalui Islam. Ini keyakinan
yang tak terbantahkan.
Namun
keyakinan seperti ini tidak berarti kita dibenarkan untuk memaksa orang lain
agar masuk Islam. Tidak boleh ada paksaan dalam memeluk Islam, betapa pun kita
sangat meyakini kebenarannya. Allah ﷻ berfirman :
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat.” (QS Al Baqarah : 256)
Jamaah
shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Keempat,
memberikan hak beribadah kepada penganut agama lain. Sebagaimana tidak boleh
ada pemaksaan untuk memeluk agama Islam, demikian pula halnya tidak boleh kita
menghalang-halangi orang-orang kafir yang akan menunaikan ibadat sesuai
keyakinan mereka.
Masing-masing
agama sudah memiliki tata cara beribadah sesuai dengan waktu dan tempatnya. Ada
yang melaksanakan ibadat di gereja, vihara, pura, kelenteng, dan masjid bagi
yang beragama Islam.
Perkara
ubudiyah tidak boleh dicampur-campur, masing-masing penganut agama harus
menjalankan peribadatan menurut keyakinannya masing-masing. Allah ﷻ
berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ، وَلا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ، وَلا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ، وَلا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ، لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah:
“Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS Al Kafirun
[109]: 1-6)
Hari
raya merupakan syiar (simbol) yang terkait erat dengan agama. Karenanya, Islam
melarang untuk turut campur dalam bentuk apa pun dalam perayaan agama lain.
Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa ucapan selamat hari raya kepada umat
lain berpotensi menyebabkan pengucapnya keluar dari aqidah Islam jika disertai
niat memuliakan hari raya atau agama mereka.
Demikian
pula dilarang melakukan segala bentuk partisipasi dalam hari raya non-muslim.
Sayidina Umar bin Khathab pernah berkata:
اجتنبوا أعداء الله اليهود و النصارى يوم جمعهم في عيدهم، فإن السخط ينزل عليهم، فأخشى أن يصيبكم
“Jauhi
musuh-musuh Allah yaitu kaum Yahudi dan Nashrani ketika berkumpul pada hari
raya mereka. Kemurkaan Allah turun kepada mereka, dan aku khawatir kemurkaan
itu akan menimpa kalian.”
(HR. Baihaqi).
Demikianlah
sekurang-kurangnya empat panduan dalam bertoleransi, untuk menjalani kehidupan
berbangsa yang terdiri dari berbagai agama dan keyakinan. Mari kita hidup
berdampingan dalam perbedaan dengan tetap memegang erat-erat keyakinan kita
bahwa Islamlah satu-satunya agama yang haq yang membawa keselamatan di dunia
sampai akhirat.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ
قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Jumat Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا
بَعْدُ :
فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ
عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ
إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Sumber:
hidayatullah.com